“Berhenti
mengutuk kegelapan, mulailah menyalakan lilin” – Anonim
Kota Palu, tidak hanya menjadi pusat pemerintahan
Provinsi Sulawesi Tengah, kota ini juga menjadi pusat aktivitas keekonomian di provinsinya.
Perkembangan ekonomi di Kota Palu meningkat dengan tajam setiap tahunnya.
Berbagai macam cafe-cafe dan UMKM mulai tumbuh dan mengisi ruang publik.
Investor-investor besar pun mulai menanamkan usaha mereka dalam bentuk
perumahan, hotel, dan sentra belanja. Tidak berhenti hingga di situ, kawasan
ekonomi khusus (KEK) juga sedang diselesaikan pembangunannya dan akan menjadi
kota ini sebagai kota yang terisi dengan industri.
Dengan berkembangnya perekonomian Kota Palu,
kebutuhan listrik untuk menyalakan seluruh area jangkauan juga ikut meningkat.
Dari data yang ada, dibutuhkan sekitar 88 MW untuk menyalakan seluruh area
kota. Sementara itu, dari seluruh pembangkit mesin yang ada saat ini, kemampuan
tertinggi untuk pemasokan energi hanya 80 MW. Selisih ini kemudian berdampak
pada terjadinya beberapa kali pemadaman lampu. Bahkan, jika seluruh mesin mulai
memasuki masa perbaikan rutinnya, maka akan terjadi pengurangan pasokan energi
lagi. Hal terburuk yang bisa terjadi adalah semua mesin diharuskan masuk masa
perbaikan. Dampaknya telah dirasakan beberapa minggu ini yaitu pemadaman secara
bergilir dengan durasi yang sangat panjang.
Usaha-usaha untuk meningkatkan pasokan energi ke
Kota Palu sedang dilakukan. Saat ini tengah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) yang akan mulai beroperasi pada tengah tahun ini. Pendistribusian
dari Pembangkit Listrik Tenaha Air (PLTA) Sulewana juga dilakukan untuk
menutupi selisih kebutuhan energi yang ada.
Berdasarkan data BPS, peningkatan ekonomi di Kota
Palu berkisar pada angka 15%. Dengan angka tersebut, dapat diprediksi bahwa
kebutuhan pasokan energi listrik akan lebih besar. Pemenuhan kebutuhan ini
bersifat wajib jika ingin meningkatkan perekonomian di Kota Palu.
Dengan mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi
berbanding lurus dengan kebutuhan energi listrik, maka dibutuhkan penambahan
sekitar 12 MW setiap tahunnya. Nilai tersebut tentu bukan angka yang kecil dan
mudah dipenuhi. Mesin-mesin Pembangkit Listrik Tenaga Diesel yang sekarang pun
sudah mengalami degradasi kemampuan akibat umurnya yang semakin tua. Maka dari
itu, masih dibutuhkan sumber energi tambahan untuk memenuhi kebutuhan listrik
Kota Palu.
Energi Baru dan
Terbarukan
Dalam regulasi yang tercantum pada PP No. 79/2014
tentang KEN, bahwa pada tahun 2025 energi baru dan terbarukan harus bisa
memasok minimal 23% dari kebutuhan energi nasional. Berkaca pada kondisi
sekarang, ketersediaan energi baru dan terbarukan hanya memberikan sumbangsih
sebesar 7% dari kebutuhan energi nasional. Maka, dalam kurun waktu 19 tahun
Indonesia harus mengejar angka 16% untuk bisa mewujudkan peraturan tersebut.
Kota Palu hingga saat ini masih belum menggunakan
energi baru dan terbarukan secara maksimal. Penggunaan energi baru dan
terbarukan masih terhitung minimal. Padahal, potensi-potensi sumber energi
listrik di Kota Palu cukup melimpah seperti angin dan tenaga surya.
Angin di Kota Palu bertiup cukup konstan setiap
tahunnya dikarenakan lokasi Kota Palu yang berada di dekat khatulistiwa
sehingga pergantian musim tidak terlalu berdampak bagi kondisi cuaca lokal.
Dengan menggunakan diameter kincir angin sebesar 5 m, maka energi listrik yang
bisa dihasilkan bernilai sekitar 76.5 – 2.297 Watt (Sam Alimuddin, 2005). Nilai
tersebut cukup untuk menyalakan satu rumah kecil dengan peralatan dapur
standar. Dengan menempatkan kincir angin di sepanjang Teluk Palu, pasokan
energi listrik dapat meningkat walaupun tidak secara signifikan. . Pemenuhannya
juga dapat ditingkatkan dengan meningkatkan diameter dari kincir angin atau
efisiensi dari rancangan kincir anginnya.
Lain halnya dengan energi surya. Meski sering
dibanggakan dan dikeluhkan, ternyata penggunaan energi surya di Kota Palu tidak
akan bisa mencapai efesiensi yang diharapkan. Letak Kota Palu yang berada di
dekat garis khatulistiwa ternyata menyebabkan matahari melintasi langit lokal
dengan posisi yang cukup konstan yaitu tegak lurus permukaan. Buruknya bagi
pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah jika stasiun pemasangan
hanya menghadap ke satu arah, maka penyerapannya tidak maksimal jika matahari
sudah tidak tegak lurus permukaan panelnya. Namun, hal ini tidak akan menjadi
kendala yang bisa menghentikan pemanfaatan energi ini. Panel surya bisa dibuat
selalu menghadap ke matahari. Pembuatan konfigurasi yang demikian tidaklah
sulit dengan kemampuan yang dimiliki oleh civitas akademi yang ada di
Universitas Tadulako.
Masa Depan
Sumber energi di Kota Palu sejatinya bisa terpenuhi
dengan pasokan dari energi baru dan terbarukan seperti PLTA dan PLTU. Namun,
pengoperasian alat-alat itu memakan ongkos yang sangat besar dan jika memasuki
waktu perbaikan akan sangat mengurangi produktifitas pemasok listrik di Kota
Palu. Terdapat beberapa alternatif sumber energi yang bisa diperoleh yaitu
berupa energi angin dan energi surya. Dengan beberapa keterbatasan, energi ini
tetap bisa dimanfaatkan meski bukan sebagai pemasok utama.
Keberadaan lembaga pendidikan dan kemampuan
orang-orang di dalamnya tentu menjadi satu potensi sendiri bagi Kota Palu.
Dengan melakukan pengembangan pada rancangan turbin angin, maka energi yang
bisa dipanen akan lebih banyak. Demikian juga dengan energi surya, meski
teknologinya masih cukup mahal untuk diaplikasikan, namun sumber energi ini
merupakan investasi jangka panjang bagi suatu daerah. Inovasi-inovasi pada
konfigurasi pemasangan panel dapat dilakukan bahkan sejak tahap studi sarjana.
Kesadaran akan potensi energi baru dan terbarukan di
Kota Palu sebenarnya sudah timbul di benak banyak orang. Namun, masih sedikit
yang tergerak untuk benar-benar mewujudkannya menjadi produk dan benar-benar
menghasilkan energi. Lebih dari sekedar
menyalakan lilin, mulailah membangkitkan energi. Demi Kota Palu yang bebas
pemadaman listrik.
*tulisan yang sama dimuat di Harian Radar Sulteng pada tanggal 16 April 2016
No comments:
Post a Comment